"Yang, aku tak ke hajar aswad ya?",usai sholat subuh saya ijin ke suami.
"Iya. Tapi sendiri lho. Aku gak bisa ikut masuk", saat itu suami saya pakai baju biasa. Dan laki-laki yang tidak ber-ihrom tidak diperbolehkan masuk area tawaf.
"Ya gapapa. Kamu tunggu di pinggir aja. Jadi kalo ada apa-apa, aku langsung nyamperin kamu", kata saya.
Setelah suami oke, sayapun melenggang masuk ke area dekat ka'bah itu. Sementara suami berdiri di pinggir lingkaran pembatas.
Pinggiran pembatas area tawaf |
Oke,dengan pengawasan suami, tambah mantap saya mendekati ka'bah.
*********
Pojok hajar aswad tak pernah sepi. Orang berjubel disana. Tampak ada satu askar yang nangkring di bagian atas antara hajar aswad dan pintu ka'bah.
Saya berdoa: "Ya Allah, hamba kepingin bisa menyentuh kiswah ka'bah. Syukur-syukur bisa cium hajar aswad"
Sudah jadi rahasia umum bahwa mencium batu hajar aswad adalah hal yang super sulit. Apalagi untuk perempuan. Maka saya pun "tau diri", tidak maksa mencium. Bisa melihat dengan mata kepala sendiri aja sudah bersyukur.
Tapi, ini adalah tempat mustajab. Sungguh mudah bagi Allah mengabulkan keinginan saya mencium hajar aswad. Meski...caranya diluar dugaan saya π
Dan cukup sekali itu saja..saya gak akan melakukannya lagi.
***********
Setelah 1× memutari ka'bah, di putaran kedua saya melihat celah untuk mendekat ke ka'bah.
Bagian setelah rukun yamani tampak lengang. Saya buru-buru mepet kesana. Alhamdulillaah..kesampaian menyentuh kiswah.
"Rupanya seperti ini kain penutup ka'bah". Saya pikir dari beludru. Ternyata dari semacam satin tebal dengan embos lafadz Allah.
Kiswah ka'bah |
Tengok ke kanan. Wah..itu hajar aswad. Orang sudah berjubel. Saya mencoba antri di belakang deretan perempuan. Berharap bisa mencium batu hitam itu.
Lagi antri, ada mas-mas tanya ke saya: "Mau dibantu cium hajar aswad?"
"Dibantu? Bayar maksudnya?", batin saya. Saya hanya diam. Ini kan masjid. Masa transaksi disini? Jangan-jangan ikhlas beneran mo bantu?
Saya gak jawab iya atau tidak. Saya fokus dengan antrian yang gak maju-maju.
"Gimana bu. Mau dibantu?", kali ini teman si mas tadi yang nawarin.
"Bismillah", jawab saya sambil terus berada di antrian. Saya pasrah aja. Bisa cium syukur...gak bisa ya gak apa-apa. Tapi ini antrian kok gak maju-maju yak π£
Eee...ternyata ada satu orang lagi nawarin.
"Ayo bu. Dibantu cium hajar aswad", katanya.
Total ada tiga laki-laki nawarin!
Entah kenapa kok alih-alih mikir "Bayarnya tambah mahal nih. Kan 3 orang",
saya malah mikirnya: "Waini, rombongan bapak2 dari Indonesia yang kasian lihat saya, perempuan Indonesia. Beneran bantu ini kayaknya" π
Saya pun merasa ini sinyal dari Allah. Maka spontan saya jawab "MAU".
"Sini bu. Pegang ihrom saya", satu orang meminta saya memegang ihrom di punggungnya. Yang dua lagi berada di kanan dan kiri saya. Saya di tengah, dipunggungi 3 orang laki-laki ini.
Saya pegang ujung ihrom nya. Lalu si mas melesat ke arah kanan.
"Loh, kok malah kesana?", batin saya. Posisi kami sekarang keluar dari antrian. Tapi saya pasrah aja. Ngikut.
Rupanya setelah ke kanan dikit, ketiga mas ini belok tajam ke kiri. Menembus kerumunan orang yang berjubel dekat hajar aswad. Mereka sedikit melawan arah, membuka jalan bagi saya untuk mendekat tepat ke lubang tempat hajar aswad.
Ya Allah...si mas ini mengerahkan seluruh tenaga, menerobos bahkan mungkin menyikut orang-orang agar bisa membawa saya--yang kecepit ditengah--untuk berada tepat di hadapan hajar aswad.
Dan setelah stres beberapa saat karena terdorong dan tergencet, sampailah saya di lubang bingkai perak dengan batu hitam didalamnya.
"HAJAR ASWAD! Ya Allah...ini hajar aswad di depan mataku!", hati saya menjerit.
Langsung saya cium batu hitam di dalam bingkai perak.
Di sebelah kiri saya ada laki-laki bule tinggi besar. Menatap saya. Orang tersebut diam saja. Membuat saya leluasa cium karena beliau seolah jadi blok penghalang.
"CIUM BU. CIUM", mas-mas yang 'ngawal' saya teriak-teriak.
"Kan saya sudah cium. Ya udah lah. Cium lagi aja", akhirnya 2× saya kecup batu hitam itu.
"SUDAH. SUDAH. ALHAMDULILLAH", saya balas teriak.
Ketiga laki-laki tersebut merengsek keluar membawa saya menjauhi area hajar aswad.
***********
"Bu, itu ustadnya kan mukim disini. Dikasih berapa gitu bu", kata salah satu nya.
"Laaah..tenan tho. Suruh bayar. Gimana ini?", saya berkata dalam hati.
"Saya musti kasih berapa, mas?", tanya saya. Sambil kami berempat terus berjalan memutari ka'bah.
Jujur saja saya masih syok. Masih ngeri dengan proses kecepit bin kegencet saat mendekati hajar aswad tadi. Plus masih gak percaya bisa mencium.
Dan tambah ngeri karena mendadak saya ingat kalo saya gak bawa dompet!
"Ya terserah ibu aja", jawabnya.
Saya buka tas. Saya ingat betul kalo cuma bawa 3 real. Ini setara 12ribu rupiah. Ada beberapa uang rupiah juga. Yang setelah saya 'kuras' ternyata 2 lembar 10ribuan dan 1 lembar uang 5 ribuan. Blaiss.
"Mas, saya gak bawa dompet. Uang saya cuma ini", saya tunjukkan 3 lembar @1real dan 25ribu rupiah.
"Coba di cek lagi tasnya bu. Barangkali dompetnya keselip", si mas tampak sedikit kesal. Iya lah..uang saya 'receh' gitu. Mungkin dia pikir umumnya orang Indonesia bawa lembar merah 100ribu atau minimal lembar biru 50ribu.
"Enggak ada mas. Saya gak bawa dompet. Uangnya cuma tadi itu", saya bukain tas saya. Isinya sandal dan botol kosong. Gak tampak dompet.
"Yang bener aja bu. Uang segitu gak laku. Ya udah, dompet ibu di hotel?"
"Iya. Di Al Massa", jawab saya sambil nyebut nama hotel.
"Di hotel aja gak apa-apa. Tapi ibu komitmen dulu mau ngasi berapa", kata si mas.
"Saya tanya suami saya dulu ya. Emang biasanya berapa mas?", suami kan ada di deket situ. Saya niatnya mo minggir dulu, tanya, ntar kan tinggal balik lagi nemuin mas nya.
"Lima ratus, bu. Ini kami bertiga lho", katanya.
"Hah?? Lima ratus ribu (rupiah) apa lima ratus real??", saya reflek kaget. 500real setara 2 juta bro π±
Si mas gak jawab. Saya tambah bingung. Saya diem aja.
Ni posisi kami ngobrol sambil jalan muterin ka'bah lho. Jadi saya sibuk mikir soal uang plus mencerna kalimat si mas plus ngliat jalan biar gak nabrak orang.
Tiba-tiba si mas bilang: "Ya udah bu. Ibu adanya berapa deh. Sini". Nadanya pasrah.
Alhamdulillaah...akhirnya kelar juga 'bisnis' ini. Saya keluarkan 3 real dan 25ribu rupiah saya. Bahkan saat saya lihat ada nyelip 10 real (setara 40ribu rupiah), saya kasihkan juga.
Dah. Lega rasanya. Saya pun menuju pintu keluar area tawaf. Nyamperin suami. Lalu cerita panjang lebar soal kejadian barusan.
************
Total saya mengeluarkan uang 77ribu rupiah untuk bisa mencium hajar aswad. Murah sekali ya. Sungguh ini kemudahan dari Allah.
Tapi seperti saya bilang tadi, saya gak mau melakukan ini lagi.
Untuk menghantar saya ke depan hajar aswad, ada orang-orang yang terdesak tergencet dan terdorong.
Saya sedih memikirkan bahwa untuk mencapai tujuan saya, ada orang-orang yang "terzolimi".
Jadi. Cukup sekali itu saja. Besok-besoknya saya cukup dadah dari jauh π
Duh serem yaa kayak malak gituu :(
BalasHapusIya mba..malak haluusss
Hapuswah pingin juga pegang hajar aswad ga usah nyium he he...pengalaman yg kurang menyenangkan ya mbak, bisa jadi pelajaran buat saya kalau pas kesana nanti. tfs y
BalasHapusRasanya mulus mba. Sama kayak batu di bukit marwah.
Hapusada tips lain gag bun..yg bisa sendiri nyium hajar aswad nya
BalasHapusJelang waktu sholat standby dekat area hajar aswad. Ntar kan pas azan udah berkurang yg thawaf, jadi lebih sepi. Tapi ini biasanya dilakukan yg laki2. Kan hbs itu mereka bs lsg sholat di shaf terdepan. Krg tau kalau untuk perempuan.
Hapus